Kamis, 05 September 2019, dibawah atap langit kota yang tidak bersih. Beberapa asap menari dengan riang bersama gumpalan awan kecil setiap kali ku arahkan mataku kira-kira lima kaki tingginya.
‘Kota ini cukup panas’, Jelas ku didalam hati saat ikut bersesak-sekan dengan kendaraan lain di jalan yang biasanya ku lewati.
Kira-kira pukul 10:03 WIB saat itu, pori-pori kepala yang aku lindungi dengan helm tua yang tidak mahal harganya ikut tersengat suhu panas pagi itu, mendesak ku untuk berhenti di warung kopi, tempat dimana aku sering urai kisah masa lalu yang berserakan dimana-mana.
Di kawasan tempat duduk pelanggan warkop itu, hanya ada aku dan puluhan kursi kosong tanpa tuan. Mungkin karena masih terlalu pagi untuk ngopi atau aku yang datang kesiangan?
Untuk aku sendiri, tidak ada waktu khusus untuk ngopi. setiap saat adalah adalah waktu yang tepat untuk ngopi. Kursi ku perbaiki, kududukan dengan pelan tubuhku yang merasakan sesuatu getaran; aku kadang heran, apakah aku dirindukan oleh cangkir kopi itu, ataukah memang aku yang merindukan mereka?
Sambil terheran-heran aku menunggunya. Ia yang kurindukan atau aku yang dirindukan adalah keheranan yang, bagiku sebagai suatu kebiasaan yang kerap kali ku hadapi dalam perjalanan yang lain.
Aku terbiasa seruput kopi hitam, kental dan sedikit gulanya. Aku rasa, bukan karena sudah terlalu banyak pengalaman manis yang kujumpai, melainkan kopi pahit kumaknai sebagai antitesa untuk setiap kepahitan hidup yang jalan beriringan denganku.
Namun yang ku pesan pagi itu adalah kopi bubuk susu. “Kopi kental, sedikit susu nya. Dan mohon untuk tidak diaduk dulu. Akan kulakukan seorang diri.” Permohonanku saat memesan kopi.
Ia yang ku tunggu dalam keheranan itu datang. Aku menatapnya dalam, kuperhatikan dengan teliti bibir cangkir itu. Aku tahu mengapa aku heran. Bahwa heran itu sesuatu yang sangat biasa bahkan dapat merasuk orang kecil yang sedang menelusuri suatu Jalan Panjang.
Ku seruput kopi itu. Aku temukan di ujungnya dinamika hakikat. Bahwa yang hakiki selalu ditemukan oleh pemiliknya. Ia yang masuk kedalam semua pergolakan, proses adalah instrumen untuk hasil yang hakiki.
“Setiap cangkir kopi yang hadir di hadapan Anda, telah melewati proses yang panjang. Bahwa selalu ada cahaya diujung terowongan.” Pesanku untuk mereka yang tidak taat proses melalui WhatsApp Story.
Dalam beberapa hal, aku tahu bahwa kopi memiliki pengaruh yang besar untuk mereka yang mengaguminya. Seperti aku, sang pengagum yang membiasakan diri untuk heran akan suatu zat yang kusebut sebagai rindu. Anda bisa membaca pengalaman lain saya tentang kopi melalui link https://bungjhon.com/kopi-kawan-berpikir
Persis dengan setiap hasil akhir yang datang dari jalan yang berikil, demikianlah kopi itu membentuk pikiran orang menjadi lebih waras dari biasanya. Termasuk membuat aku terheran-heran tadi. Dan aku heran, mengapa aku bisa terheran-heran?
Disudut warung kopi itu, aku menaruh kembali pikiranku dalam beberapa bait proses, yang menyesakkan, yang kuusahakan dengan keringat dan tidak sedikit air mata. Aku seruput lagi, semakin aku merasa terlibat kembali dan memperbaiki hal-hal yang tampak berantakan itu.
Aku pernah berjuang bersama diriku yang lain. Aku pernah melalui aliran sungai yang melewati bebatuan dan menghasilkan bunyi yang merdu. Disanalah juga aku merasakan betapa aku tak bisa seorang diri tanpa diriku yang lain.
Di diriku yang lain, kutuliskan bagaimana menjadi taat proses itu. Di loh hatinya, kujumpai berbagai diriku berbetuk pikiran. Yang dahulu dipegangnya erat dan akhirnya kutemukan kembali melalui aroma kopi yang sekarang perlahan mengakar dalam cangkir.
Rasa-rasanya baru kemarin aku melihat pelangi sebagai harapan. Sementara belum subuh tadi asap gelap itu mencampakkannya. Bersamaan dengan itulah diriku yang lain akan hidup dalam berbagai cerita yang dikisahkan dalam piluh, dan sedikit yang menyenangkan.
Cuman sebentar saja disana, di dalam beberapa proses hari itu. Aku kembali duduk manis dihadapan cangkir kopi ku. Dengan tidak heran, aku menyaksikan kenangan-kenangan itu tergenang dalam ampas kopi itu. Aku wariskan kembali yang hakiki dari setiap proses, sebagimana yang aku lakukan untuk cangkir kopi ku pagi ini. Cangkir itu ku tingalkan begitu saja di atas meja dengan beberapa orang asing yang sudah ada di kafe itu.
Aku senang kopi bisa membawa aku kemana saja.
Secangkir kopi untuk sejuta inspirasi.
Sampai jumpa di lain cerita 😍